Satu
hal yang menarik untuk diperbincangkan tentang masa depan adalah
ketidakpastiannya. Banyak orang yang menjadi gelisah dan khawatir
memikirkannya. Dalam Islam masa depan adalah wilayah ilahi atau ketuhanan (Luqman
ayat 34) bukan insani atau manusia. Dalam sebagian ayat tersebut dinyatakan bahwa
“Tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
dan diperolehnya besok”. Sehingga yang perlu dilakukan oleh seorang hamba adalah
menerima kenyataan bahwa ternyata kita tidak dapat
mengontrol segalanya dan berikhtiar
optimal untuk memilih jalan menuju masa depan yang baik termasuk mengambil opsi
belajar atau bekerja di luar negeri. Sebelum bercerita banyak tentang bagaimana peluang dan
tantangan dalam meraih masa depan bertaut keimanan di Taiwan, ada baiknya kita
mengenal terlebih dahulu latar belakang dan budaya negeri yang dikenal sebagai
Formosa atau pulau yang indah ini.
Taipei 101 dengan lampu LED hijau |
Ketika
menyebut negara maju yang terkenal dengan Taipei 101 ini mungkin terbesit dalam benak kita kaitannya dengan
Cina. Boleh jadi masih ada diantara kita yang belum mengerti perbedaannya. Cina
yang memiliki nama resmi People’s Republic of China (PRC) merupakan negara
dengan jumlah penduduk terbesar dunia dan menganut sistem ekonomi sosialis
berideologi komunis. Adapun Taiwan dengan nama resmi Republic of China (ROC)
menganut sistem ekonomi kapitalis. Sehingga secara falsafah kehidupan, dua
negara yaitu Cina dan Taiwan memiliki pandangan yang berbeda. Terlepas dari perbedaan tersebut dikarenakan
faktor sejarah disintegrasi, sayangnya sampai hari ini Taiwan belumlah menjadi negara
yang merdeka seutuhnya karena baru 23 negara yang mengakuinya sebagai negara
berdaulat. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri belum mengakui Taiwan sebagai
sebuah negara sehingga baik di Jakarta maupun di Taipei berbagai kerja sama antara
pemerintah Indonesia dan Taiwan seperti bidang pendidikan, ekonomi, dan
pengurusan visa dilakukan melalui Kantor Dagang dan Ekonomi.
Taiwan dikenal
sebagai negara yang sangat menghargai budaya, pendidikan, dan memiliki
teknologi maju. Ada beberapa alasan kenapa dikatakan demikian. Pertama, bahasa yang digunakan
penduduknya adalah bahasa Cina dengan karakter Cina tradisional yang notabene sudah
mulai ditinggalkan termasuk oleh Cina sendiri yang memilih menggunakan karakter
Cina modern. Kedua, lebih dari 10
museum bersejarah dapat ditemukan di Taiwan dengan area publik luas, fasilitas
yang lengkap dan akses yang mudah. Ketiga, masih ada sekitar
14 suku keturunan Aborigin yang tinggal di negeri ini meskipun kurang dari 2%
dari penduduk Taiwan. Suku Aborigin diperkirakan sudah mendiami Taiwan selama
8000 tahun sebelum imigrasi masal oleh Dinasti Han Cina pada abad 17. Keempat, pendidikan di Taiwan relatif maju. Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis 5 urutan negara berdasarkan
sistem pendidikan terbaik di dunia
dalam bidang matematika dan sains yaitu
Singapura, Hongkong, Korea Selatan,
Jepang, dan Taiwan. Di level pendidikan tinggi saat ini Pemerintah Taiwan sedang gencar
memberikan berbagai macam beasiswa untuk mahasiswa internasional dalam rangka
menggenjot universitas kelas dunia. Kelima, hampir semua fasilitas publik di
Taiwan sudah menggunakan teknologi maju dan cukup produktif dalam mengembangkan
dan menciptakan berbagai merek teknologi kelas dunia seperti Acer, Asus, HTC,
BenQ, D-Link, Trend Micro, MSI, dan Mio Tech.
Ma Bufang, Jenderal Muslim dijuluki pedang Kuomintang |
Selanjutnya berbicara
tentang budaya dan dinamikanya maka tidak terlepas dari agama. Dalam hal ini agama
yang berkembang di Taiwan sebenarnya ada banyak, beberapa diantaranya yaitu Konfusianisme,
Taoisme, Buddhisme, Kristen, Islam,
dan lain-lain. Bahkan Pew Research Center (2014) menempatkan Taiwan di
urutan kedua dalam indeks keanekaragaman
agama yaitu pengakuan terhadap 26 agama,
sedangkan nomor
satu ditempati Singapura. Uniknya semua agama tersebut dapat hidup berdampingan dan
harmonis. Yang menarik adalah membahas bagaimana Islam bisa hadir di negara
ini? Ahli sejarah meyakini Muslim Tiongkok kali
pertama datang ke Formosa pada tahun
1683. Kebanyakan Muslim Taiwan
saat ini adalah anak-anak dan cucu tentara nasionalis Tiongkok atau Kuomintang
(KMT) pimpinan Chiang Kai Shek bersama salah satu anak buahnya yang sholih bernama Jenderal Ma Bufang. Mereka menetap di Taiwan tahun 1949, menyusul
kekalahan dalam perang melawan komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong. Islam sering disebut
Hui Jiao atau agama orang Hui yang
jumlahnya sekitar dua puluh ribu atau 0,1 persen dari
23 juta penduduk Taiwan. Melihat statistik
ini tentu bukan hal yang menggembirakan apalagi menurut Ibrahim, salah satu
pemuda muslim Taiwan, jumlah muslim lokal Taiwan cenderung menurun dari waktu
ke waktu dikarenakan lemahnya kaderisasi. Menurutnya salah satu cara untuk mengantisipasi
hal ini adalah hadirnya lembaga pendidikan formal agama Islam bagi pemuda
muslim Taiwan agar regenerasi berjalan dengan masif. Isu ini tentu bukan hanya
merupakan beban bagi masyarakat muslim Taiwan tetapi sudah menjadi tanggung
jawab kita bersama sebagai saudara seiman. Ada banyak imigran muslim yang
belajar atau bekerja di Taiwan yang sebenarnya memiliki peluang untuk
bersama-sama menjadi bagian dari solusi atas mandeg nya regenerasi ini.
Melihat
tipologi budaya, pendidikan, kemajuan teknologi, dan perkembangan agama Islam
di Taiwan sebenarnya ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kita dalam
upaya merengkuh masa depan. Salah satu peluang yang nyata yaitu makin masifnya
peluang studi lanjut melalui beasiswa di berbagai perguruan tinggi baik
pemerintah maupun swasta, merupakan angin segar bagi siapa saja termasuk kita untuk
berkompetisi secara sehat menuju kesetaraan kualitas pendidikan. Namun perlu
diingat bahwa tugas kita sebagai umat Islam dalam ikhtiar mencari kehidupan
layak untuk masa depan adalah senantiasa terikat dalam keimanan. Satu hal yang
tidak boleh terlupakan bahwa keimanan adalah aset paling berharga yang harus
senantiasa disiram dan dirawat dengan amal sholih. Permasalahan minimnya
perkembangan Islam di Taiwan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan
tantangan sekaligus lahan amal sholih bagi kita semua melalui sebuah seruan
kebaikan yaitu da’wah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dakwah memiliki dimensi
yang sangat luas mencakup da’wah fardhiyah (individu), da’wah ‘ammiyah (umum),
dan da’wah bil hal (tindakan nyata). Ketiga cara ini dapat dipilih oleh setiap
hamba Allah sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Jalan untuk
berda’wah menjadi tidak sulit dikarenakan pemerintah Taiwan memberikan kebebasan
beragama bagi siapa saja sepanjang tidak mengganggu kepentingan publik. Jika
kita belum sanggup untuk menyampaikan ajaran Islam kepada mereka, karena
mungkin terkendala bahasa atau hal lain, minimal kita bisa memilih berda’wah
dengan memberikan keteladanan nilai-nilai Islam di tengah keberagaman
masyarakat Taiwan dengan cara hadir dan hidup bersama dengan akhlaq yang baik
dan berupaya ikut memakmurkan masjid. Ada dua masjid di Taipei yaitu Grand Mosque (masjid besar) dan Cultural Mosque (masjid kecil).
Grand Mosque di Da'an District Taipei |
Model da’wah apapun yang kita pilih
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan umat Islam di Taiwan khususnya bagi
penduduk lokal. Ada sebagian warga Indonesia yang memilih untuk bekerja secara
profesional dan sebagian lagi mengambil pilihan untuk studi lanjut baik S2
maupun S3. Apapun posisi kita, insyaallah dengan niat yang benar dan baik untuk
belajar atau bekerja dengan tetap teguh pada keimanan akan mengantarkan kita
menuju masa depan gemilang untuk Indonesia sejahtera di bawah keridhaan Allah
SWT. Mengutip pendapat Anthony
Robbins, "Masa lalu Anda tidak sama
dengan masa depan Anda, yang penting bukan apa yang Anda lakukan kemarin,
tetapi apa yang Anda lakukan sekarang".