Saturday, 24 March 2018

Merajut masa depan bertaut keimanan di negeri Formosa


Satu hal yang menarik untuk diperbincangkan tentang masa depan adalah ketidakpastiannya. Banyak orang yang menjadi gelisah dan khawatir memikirkannya. Dalam Islam masa depan adalah wilayah ilahi atau ketuhanan (Luqman ayat 34) bukan insani atau manusia. Dalam sebagian ayat tersebut dinyatakan bahwa Tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya dan diperolehnya besok. Sehingga yang perlu dilakukan oleh seorang hamba adalah menerima kenyataan bahwa ternyata kita tidak dapat mengontrol segalanya dan berikhtiar optimal untuk memilih jalan menuju masa depan yang baik termasuk mengambil opsi belajar atau bekerja di luar negeriSebelum bercerita banyak tentang bagaimana peluang dan tantangan dalam meraih masa depan bertaut keimanan di Taiwan, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu latar belakang dan budaya negeri yang dikenal sebagai Formosa atau pulau yang indah ini.  


Taipei 101 dengan lampu LED hijau
Ketika menyebut negara maju yang terkenal dengan Taipei 101 ini mungkin terbesit dalam benak kita kaitannya dengan Cina. Boleh jadi masih ada diantara kita yang belum mengerti perbedaannya. Cina yang memiliki nama resmi People’s Republic of China (PRC) merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar dunia dan menganut sistem ekonomi sosialis berideologi komunis. Adapun Taiwan dengan nama resmi Republic of China (ROC) menganut sistem ekonomi kapitalis. Sehingga secara falsafah kehidupan, dua negara yaitu Cina dan Taiwan memiliki pandangan yang berbeda.  Terlepas dari perbedaan tersebut dikarenakan faktor sejarah disintegrasi, sayangnya sampai hari ini Taiwan belumlah menjadi negara yang merdeka seutuhnya karena baru 23 negara yang mengakuinya sebagai negara berdaulat.  Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri belum mengakui Taiwan sebagai sebuah negara sehingga baik di Jakarta maupun di Taipei berbagai kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Taiwan seperti bidang pendidikan, ekonomi, dan pengurusan visa dilakukan melalui Kantor Dagang dan Ekonomi.
Taiwan dikenal sebagai negara yang sangat menghargai budaya, pendidikan, dan memiliki teknologi maju. Ada beberapa alasan kenapa dikatakan demikian. Pertama, bahasa yang digunakan penduduknya adalah bahasa Cina dengan karakter Cina tradisional yang notabene sudah mulai ditinggalkan termasuk oleh Cina sendiri yang memilih menggunakan karakter Cina modern. Kedua, lebih dari 10 museum bersejarah dapat ditemukan di Taiwan dengan area publik luas, fasilitas yang lengkap dan akses yang mudah.  Ketiga, masih ada sekitar 14 suku keturunan Aborigin yang tinggal di negeri ini meskipun kurang dari 2% dari penduduk Taiwan. Suku Aborigin diperkirakan sudah mendiami Taiwan selama 8000 tahun sebelum imigrasi masal oleh Dinasti Han Cina pada abad 17. Keempat, pendidikan di Taiwan relatif maju. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis 5 urutan negara berdasarkan sistem pendidikan terbaik di dunia dalam bidang matematika dan sains yaitu Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan. Di level pendidikan tinggi saat ini Pemerintah Taiwan sedang gencar memberikan berbagai macam beasiswa untuk mahasiswa internasional dalam rangka menggenjot universitas kelas dunia.  Kelima, hampir semua fasilitas publik di Taiwan sudah menggunakan teknologi maju dan cukup produktif dalam mengembangkan dan menciptakan berbagai merek teknologi kelas dunia seperti Acer, Asus, HTC, BenQ, D-Link, Trend Micro, MSI, dan Mio Tech.

Ma Bufang, Jenderal Muslim dijuluki pedang Kuomintang

 Selanjutnya berbicara tentang budaya dan dinamikanya maka tidak terlepas dari agama. Dalam hal ini agama yang berkembang di Taiwan sebenarnya ada banyak, beberapa diantaranya yaitu Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme, Kristen, Islam, dan lain-lain. Bahkan Pew Research Center (2014) menempatkan Taiwan di urutan kedua dalam indeks keanekaragaman agama yaitu pengakuan terhadap 26 agama, sedangkan nomor satu ditempati Singapura. Uniknya semua agama tersebut dapat hidup berdampingan dan harmonis. Yang menarik adalah membahas bagaimana Islam bisa hadir di negara ini? Ahli sejarah meyakini Muslim Tiongkok kali pertama datang ke Formosa pada tahun 1683. Kebanyakan Muslim Taiwan saat ini adalah anak-anak dan cucu tentara nasionalis Tiongkok atau Kuomintang (KMT) pimpinan Chiang Kai Shek bersama salah satu anak buahnya yang sholih bernama Jenderal Ma Bufang. Mereka menetap di Taiwan tahun 1949, menyusul kekalahan dalam perang melawan komunis Tiongkok pimpinan Mao Zedong. Islam sering disebut Hui Jiao atau agama orang Hui yang jumlahnya sekitar dua puluh ribu atau 0,1 persen dari 23 juta penduduk Taiwan. Melihat statistik ini tentu bukan hal yang menggembirakan apalagi menurut Ibrahim, salah satu pemuda muslim Taiwan, jumlah muslim lokal Taiwan cenderung menurun dari waktu ke waktu dikarenakan lemahnya kaderisasi. Menurutnya salah satu cara untuk mengantisipasi hal ini adalah hadirnya lembaga pendidikan formal agama Islam bagi pemuda muslim Taiwan agar regenerasi berjalan dengan masif. Isu ini tentu bukan hanya merupakan beban bagi masyarakat muslim Taiwan tetapi sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai saudara seiman. Ada banyak imigran muslim yang belajar atau bekerja di Taiwan yang sebenarnya memiliki peluang untuk bersama-sama menjadi bagian dari solusi atas mandeg nya regenerasi ini.
Melihat tipologi budaya, pendidikan, kemajuan teknologi, dan perkembangan agama Islam di Taiwan sebenarnya ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kita dalam upaya merengkuh masa depan. Salah satu peluang yang nyata yaitu makin masifnya peluang studi lanjut melalui beasiswa di berbagai perguruan tinggi baik pemerintah maupun swasta, merupakan angin segar bagi siapa saja termasuk kita untuk berkompetisi secara sehat menuju kesetaraan kualitas pendidikan. Namun perlu diingat bahwa tugas kita sebagai umat Islam dalam ikhtiar mencari kehidupan layak untuk masa depan adalah senantiasa terikat dalam keimanan. Satu hal yang tidak boleh terlupakan bahwa keimanan adalah aset paling berharga yang harus senantiasa disiram dan dirawat dengan amal sholih. Permasalahan minimnya perkembangan Islam di Taiwan baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan tantangan sekaligus lahan amal sholih bagi kita semua melalui sebuah seruan kebaikan yaitu da’wah. Sudah bukan rahasia lagi bahwa dakwah memiliki dimensi yang sangat luas mencakup da’wah fardhiyah (individu), da’wah ‘ammiyah (umum), dan da’wah bil hal (tindakan nyata). Ketiga cara ini dapat dipilih oleh setiap hamba Allah sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing. Jalan untuk berda’wah menjadi tidak sulit dikarenakan pemerintah Taiwan memberikan kebebasan beragama bagi siapa saja sepanjang tidak mengganggu kepentingan publik. Jika kita belum sanggup untuk menyampaikan ajaran Islam kepada mereka, karena mungkin terkendala bahasa atau hal lain, minimal kita bisa memilih berda’wah dengan memberikan keteladanan nilai-nilai Islam di tengah keberagaman masyarakat Taiwan dengan cara hadir dan hidup bersama dengan akhlaq yang baik dan berupaya ikut memakmurkan masjid. Ada dua masjid di Taipei yaitu Grand Mosque (masjid besar) dan Cultural Mosque (masjid kecil). 

Grand Mosque di Da'an District Taipei

 Model da’wah apapun yang kita pilih diharapkan dapat meningkatkan perkembangan umat Islam di Taiwan khususnya bagi penduduk lokal. Ada sebagian warga Indonesia yang memilih untuk bekerja secara profesional dan sebagian lagi mengambil pilihan untuk studi lanjut baik S2 maupun S3. Apapun posisi kita, insyaallah dengan niat yang benar dan baik untuk belajar atau bekerja dengan tetap teguh pada keimanan akan mengantarkan kita menuju masa depan gemilang untuk Indonesia sejahtera di bawah keridhaan Allah SWT.  Mengutip pendapat Anthony Robbins, "Masa lalu Anda tidak sama dengan masa depan Anda, yang penting bukan apa yang Anda lakukan kemarin, tetapi apa yang Anda lakukan sekarang".